Oleh: Sufyaldy (Kepala UPT. TIPD dan Pranata Komputer Ahli )
Opini-Beberapa hari terakhir sebelum tulisan ini dimuat, pemberitaan di media massa banyak menyuguhkan berita tentang tindak pidana pencucian uang. Viralnya "aksi koboy” seorang anak muda untuk memenuhi self actualitization di depan pujaan hatinya menjadi pemicu. Salah satu lapisan dalam piramida kebutuhan Maslow tersebut, mendorongnya untuk melakukan penganiayaan tragis yang kemudian menarik atensi dan simpati netizen +62 (Istilah untuk netizen indonesia). Fenomena tersebut kemudian merembet ke gaya hidup dan "rekening gendut" keluarganya yang kebetulan pejabat eselon di Kementerian Keuangan. Puncaknya, pada rapat dengar pendapat DPR dengan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang penuh drama, Sang Ayah ditetapkan sebagai tersangka korupsi.
Dalam artikel ini, penulis tidak menyoroti drama, retorika, dan dialektika di gedung parlemen tersebut, meskipun fenomena hukum, politik, sosial, termasuk psikologis yang bercampur aduk sangat menarik atensi penulis dan publik di negara ini.
Fenomena lain yang menarik penulis adalah, bagaimana teknologi informasi “memfasilitasi dan mengorkestrasi” kejahatan kerah putih tersebut ? dan bagaimana memanfaatkan aspek positif instrumen tersebut pada kasus yang sama ?
Dalam artikel yang diterbitkan Mc Kinsey pada oktober 2022 yang berjudul “ The fight against money laundering: Machine learning is a game changer” dipaparkan bahwa pada tahun 2020, lembaga perbankan secara kolektif menghabiskan sekitar $214 miliar untuk kepatuhan kejahatan keuangan. Nilai yang sangat fantastis. Hal ini untuk menekan volume pencucian uang dan kejahatan keuangan lainnya yang tumbuh di seluruh dunia dengan teknik untuk menghindari deteksi yang semakin canggih dan sophisticated.
Ini adalah indikator bahwa penggunaan teknologi informasi dalam pencucian uang sangat sulit untuk dideteksi. Untuk mencegahnya membutuhkan resources yang sangat besar. Pencucian uang adalah praktik ilegal di mana uang yang diperoleh dari kegiatan kriminal dicuci atau disembunyikan untuk membuatnya tampak seperti uang yang diperoleh secara sah.
Teknologi informasi dapat memainkan peran yang penting dalam aktivitas pencucian uang. Teknologi informasi dapat digunakan dalam pencucian uang di antaranya ; Crypto currency seperti Bitcoin dan Ethereum dapat digunakan oleh pencuci uang untuk menyembunyikan transaksi mereka karena mata uang virtual ini bersifat anonim. Penggunaan transaksi elektronik seperti transfer dana atau pembayaran online dapat membantu pencuci uang menyembunyikan uang yang dicuci di balik transaksi palsu yang tampak sah. Selain itu, jaringan sosial juga dapat digunakan untuk menyebarkan informasi palsu dan menipu orang untuk memberikan uang kepada pencuci uang. Pencurian identitas melalui teknologi informasi dapat membantu pencuci uang untuk membuka rekening bank atau kartu kredit dengan identitas orang lain dan kemudian menggunakan rekening tersebut untuk mencuci uang. Pencuci uang dapat menggunakan teknologi canggih seperti algoritma atau kecerdasan buatan untuk menghindari deteksi dan melakukan pencucian uang dengan lebih efektif.
Fenomena saat ini menunjukkan bahwa siapa pun dan dari latar belakang manapun dapat bereksperimen untuk melakukan pencucian uang berbantuan teknologi informasi. Namun, biasanya aktor yang terlibat dalam pencucian uang melalui teknologi informasi adalah kelompok kejahatan terorganisir, peretas yang akrab disebut hacker, atau individu yang memiliki pengetahuan dan keterampilan teknologi yang memadai.
Kelompok kejahatan terorganisir biasanya memiliki dana yang hampir tidak terbatas sehinga dapat mempekerjakan para ahli teknologi informasi untuk membantu mereka mencuci uang melalui teknologi informasi. Mereka dapat menggunakan transaksi elektronik palsu, jaringan sosial palsu, atau crypto currency untuk mencuci uang secara online.
Peretas juga dapat memainkan peran dalam pencucian uang melalui teknologi informasi dengan melakukan serangan siber terhadap bank atau lembaga keuangan untuk mencuri data pribadi dan informasi keuangan pelanggan mereka. Mereka kemudian dapat menggunakan informasi ini untuk mencuci uang.
Individu yang memiliki pengetahuan dan keterampilan teknologi yang memadai dapat mencoba untuk mencuci uang melalui teknologi informasi dengan menggunakan teknik-teknik seperti pencurian identitas, penggunaan kartu kredit palsu, atau membuat jaringan sosial palsu untuk menipu orang untuk memberikan uang kepada mereka.
Dalam semua kasus, pencuci uang melalui teknologi informasi biasanya mencoba untuk menyembunyikan jejak mereka dan menghindari deteksi dengan menggunakan teknik-teknik canggih. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan kesadaran dan melindungi diri dari serangan siber dan aktivitas pencucian uang dengan menggunakan teknologi keamanan yang tepat dan praktik-praktik yang baik dalam pengelolaan keuangan.
Seperti entitas lain yang selalu terikat secara substansial dengan polaritas biner, - baik dan buruk, benar dan salah-, di balik dampak negatif akibat masifnya serangan dan penetrasi teknologi informasi tersebut di atas, teknologi juga memiliki peran yang sangat penting dalam mengurangi dan menekan praktik pencucian uang tersebut. Beberapa langkah telah diambil oleh pihak berwenang dan perusahaan keuangan untuk mengurangi risiko, misalnya, perusahaan keuangan telah meningkatkan penggunaan teknologi untuk memantau aktivitas keuangan dan mendeteksi transaksi mencurigakan
Mendeteksi pencucian uang dengan menggunakan teknologi informasi dapat dilakukan melalui beberapa cara, di antaranya ; dengan menggunakan teknologi analisis data. Transaksi mencurigakan dapat dideteksi dan dipantau dengan lebih mudah, karena dalam pencucian uang, biasanya terdapat transaksi besar yang dilakukan dalam jumlah yang tidak wajar dan seringkali terjadi pada waktu yang tidak terduga. Algoritma kecerdasan buatan dapat digunakan untuk memprediksi perilaku mencurigakan yang mungkin dilakukan oleh pencuci uang, 𝘮isalnya, algoritma dapat mengidentifikasi pola transaksi yang mencurigakan dan memicu pemberitahuan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Teknologi verifikasi identitas, seperti biometrik atau analisis dokumen otomatis, dapat digunakan untuk memastikan keabsahan identitas pemilik rekening dan mengurangi risiko pencurian identitas yang dapat digunakan untuk mencuci uang. Teknologi deteksi penipuan dapat digunakan untuk memantau perilaku pengguna dalam melakukan transaksi dan mengidentifikasi pola penipuan yang mencurigakan.
Selain itu Institusi keuangan dan pihak berwenang dapat berkolaborasi untuk mengidentifikasi dan memantau transaksi yang mencurigakan dan melakukan investigasi lebih lanjut untuk menentukan apakah transaksi tersebut terkait dengan pencucian uang atau aktivitas ilegal lainnya.
Pada akhirnya, mendeteksi pencucian uang dengan menggunakan teknologi informasi dapat membantu mencegah aktivitas ilegal dan melindungi institusi keuangan serta masyarakat secara umum. Namun, teknologi informasi tidak dapat bekerja sendiri tanpa dukungan dan kerja sama dari manusia. Oleh karena itu, pihak berwenang dan institusi keuangan harus memastikan bahwa sistem mereka memiliki prosedur yang efektif dan efisien untuk mengatasi kejahatan keuangan dengan menggunakan teknologi informasi.
Daftar Bacaan :- McKinsey & Company. (2022). "The Fight Against Money Laundering: Machine learning is a game changer." Artikel ini dapat diakses melalui situs resmi McKinsey & Company atau sumber-sumber terkait.
- Williams, P., Levi, M., & Reuter, P. (2017). "The Architecture of Illegal Markets: Towards an Economic Sociology of Illegality in the -Economy." Oxford University Press.
- Reuter, P. (2018). "Severe Crime: A Brief Overview of the Current State of Knowledge." Journal of Drug Issues, 48(2), 218–229.
- Zhang, Y., & Luo, Y. (2020). "Money Laundering Detection Using Machine Learning Algorithms: A Survey." Journal of Money Laundering Control, 23(2), 231–261.
- Lubis, T. M. (2010). "Korupsi dan Pencucian Uang di Indonesia: Tantangan Menuju Tata Kelola Pemerintahan yang Baik." Penerbit Buku Kompas.
- Sulaiman, Y. (2018). "Teknologi Informasi dalam Konteks Keamanan Nasional Indonesia." Jurnal Pertahanan dan Bela Negara, 4(1), 35-48.
- Sudibyo, A. (2016). "Kejahatan Keuangan dan Pencucian Uang di Indonesia: Perspektif Ekonomi dan Hukum." Pustaka Sinar Harapan.