Skip ke Konten

Memintal Asa: Andai Aku Magister

4 Mei 2020 oleh
khaerunnisaihwan

Memintal Asa: Andai Aku Magister

Oleh : Sunandar, S. Pd.I., M.A.

(Kasubag Administrasi Akademik IAIN Parepare)

OPINI — ASN adalah orientasi pekerjaan yg menjadi pilihan nomor satu di zaman disrupsi digital ini, namun dalam kisah ini bercita-cita jadi PNS terasa jauh panggang dari api. Bahkan tidak pernah terlintas, terasa janggal menyebut cita-cita karena harus ada penakar layak tidaknya, seperti ijazah, keluarga dan materi.

Saya menghela napas senyum-senyum kecil ditemani kopi setengah dingin dan pisang goreng saat mengisahkan ini.

Kisah yang selalu kami jadikan candaan ketika sempat bersua di waktu senggang.

Mengisahkan suatu pagi di teras kantor STAIN Parepare yang sekarang IAIN, sebut saja Hayat teman baru yang saat itu masih baru bergabung dengan kami sebagai honorer, bukan tenaga kontrak seperti orang menyebutnya saat ini.

Sebagai tenaga baru Hayat mendapat tugas dari Kabag TU. Kabag TU merupakan Ayah dari teman kami, Awan. Awan yang nasibnya agak lebih gemerlap dibanding kami kami yang datang ke STAIN hanya dengan modal ransel berisi pakaian, handuk, dan selimut. Bergabungnya Hayat bersama kami kala itu, bersamaan dengan proyek pembangunan gedung perpustakaan baru, sebelumnya ditempati untuk pelayanan akademik bagi mahasiswa yang waktu itu masih bisa dihitung jari. Bahkan untuk merekrut mahasiswa menjadi tugas yg paling berat dengan segala bentuk proses manual.

Untuk promosi saja kita harus bersusah angkat bentangan papan pengumuman yang ditancapkan di sudut-sudat jalan di pagar sekolah atau jalan yang diyakini terlihat oleh orang yang lalu-lalang. Begitu sulitnya mencari mahasiswa.

Hayat yang pendiam dan ringan senyum, kala itu dapat perintah dari pak Kabag TU untuk mendokumentasikan progres pembangunan gedung perpustakaan yang ukuran saat itu sudah cukup megah dan luas serta berlantai dua dengan membawa kamera.

Hari itu, saya dengan Hayat duduk-duduk di teras kantor STAIN yang lokasinya terganti gedung dosen saat ini. Hayat mencermati lokasi proyek. Ketika saya sedang ngobrol dengan Hayat, Jurais datang menghampiri kami. Jurais termasuk sahabat yang jenaka, enteng senyum, dan mudah akrab dengan teman baru. Dari arah perpustakaan, ia kemudian duduk selonjoran bersama kami.

Jurais beda dari biasanya yang ringan menyapa. Setelah tiba, dia agak kikuk dengan Hayat sebagai orang yang baru dilihatnya, mungkin karena Hayat mempunyai kharisma, diam, dan tenang. Hal ini membuat Jurais canggung. Pada saat Hayat beranjak masuk ke dalam kantor, Jurais mendekatkan duduk dan sikunya diletakkan di atas bahu saya dengen suara agak lirih bertanya kepada saya. “Ndar siapa itu tadi?” tanyanya. Pertanyaan polos inilah menimbulkan auto iseng kepada Jurais. Selain kami memang sudah terbiasa saling mengerjai. Saya jawab rasa penasaran Jurais dengan mengatakan iya itu Pak Hayat (-sengaja menambah kata pak) beliau itu staf barunya pak Mansi, S2 itu nah (dengan logat akrab).

“Wow S2? Master tuh?” ujarnya dengan ekspresi serius. Lalu Jurais manggut-manggut sambil memegang dagunya (kondisi kala itu, gelar magister sudah dianggap sangat luar biasa) karena memang saat itu hanya bisa dimiliki kurang dari separuh dosen di STAIN Parepare.

“Master memang itu Pak Hayat,” candaku. Serasa dapat podium kalau kita bisa mengelabui atau mengerjai teman.

Di hari yang berbeda “Si Master” yang tidak lain adalah Hayat masuk kantor dengan kain bekas yang multi fungsi di tangan mengelap kaca jendela kantor, karena pada saat itu memang yang menjadi garda terdepan urusan kebersihan dan keamanan khususnya pada malam hari, kami semua sebagai honorerlah yang melakukan semua pekerjaan dari administrasi sampai layanan cleaning service. Memang semua menjadi tugas kami.

Melihat teman barunya yang menyandang gelar master memegang lap spontan rasa hormatnya muncul. Jurais menghampiri Hayat dan menyampaikan jangan kita pak, sapaan yang rasanya hanya cocok untuk dosen waktu itu. “Jangan kita, biar nanti anak-anak yang mengerjakan,” kata Jurais. Saya hanya bisa menahan tawa dalam hati dan menikmati korban kekonyolan saya dari teras kantor.

Dengan wajah setengah bingung dan tidak mengerti masalah. Hayat menjawab sambil tersenyum ramah, “biar Pak…tidak apa ji , biar saya kerjakan,” ucapnya menolak. Jiwa integritas yang selalu muncul di awal bulan, ketika telah terima gaji dengan selembar uang merah.

Jurais yang belum tau sedang menjadi korban banyolanku, justru mendapat ilmu dari peran Hayat sebagai master. Bahwa orang yang sudah bergelar

“master” saja masih serendah hati masih memegang kain lap dan membersihkan kaca kantor.

Ternyata buah dari kekonyolanku kala itu, candaan yang hanya dari niat mengerjai atau prank istilah anak sekarang, justru membuat Jurais diam-diam bertekad untuk lanjut kuliah menjadi master seperti Hayat.

Saya tidak ingat momen apa yang membuat Jurais mengetahui kalau dia jadi korban oleh tetangganya sendiri. Karena dia tau dari teman, kalau Hayat juga sebenarnya masih tamatan S3 seperti kami (SD, SMP, SMA) kala itu. Hanya Jurais yang jebolan dua sekolah MAN dan STM.

Tekad dan semangat yang terlanjur tertanam pada diri Jurais membuatnya benar-benar melanjutkan studi S2. Setelah terangkat menjadi CPNS Tendik pada tahun 2001, kemudian saya menyusul bersamaan dengan Hayat terangkat menjadi CPNS pada tahun 2003. Beberepa tahun kemudian kami sarjana dan melanjutkan studi pada jenjang S2 di Universitas Muslim Indonesia Makassar.

Kami bertiga akhirnya menjadi master. Ternyata Allah mendengar kata hati saya ketika kala itu mengerjai Jurais bahwa Hayat adalah seorang magister. Pada akhirnya kami alami, untung saja kami saat itu tidak menyebut Hayat itu preman, sehingga mungkin hari ini kami bukan menjadi magister, tapi jadi preman.

Trio honorer yang mimpi menjadi master terwujud. Saat ini, Jurais sudah menjadi Pustakawan Ahli, Hayat menjadi Bendahara Pengeluaran, dan saya diamanahi menjadi Kasubag Akademik.

Semoga kisah saya dan kedua kolegaku saat ini dapat menginspirasi.

Hikmah dari stay at home ini membawa jemari tangan saya ringan menceritakan kisah hidup. Saya dapat merefleksikan dalam cerita, meskipun lewat gawai.

*Para pelaku yang kini melaksanakan tugas di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare.

Akhir ucapan Selamat menunaikan Ibadah Puasa Ramadhan dan tetap stay at home , Semoga si kecil Covid cepat berlalu. Amin.


di dalam Opini
khaerunnisaihwan 4 Mei 2020
BAGIKAN POSTINGAN ini
Label
Arsip