Skip ke Konten

OPINI: Integrasi Pendidikan Karakter dalam Konstruksi Budaya Lokal Bugis

7 September 2023 oleh
Hayana

Introduction

Pendidikan saat ini hanya mengedepankan penguasaan aspek keilmuan dan kecerdasan peserta didik. Jika peserta didik sudah mencapai nilai atau lulus dengan nilai akademik memadai/di atas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal), pendidikan dianggap sudah berhasil. Pembentukan karakter dan nilai-nilai budaya bangsa di dalam diri peserta didik semakin terpinggirkan. Rapuhnya karakter dan budaya dalam kehidupan berbangsa bisa membawa kemunduran peradaban bangsa. Padahal, kehidupan masyarakat yang memiliki karakter dan budaya yang kuat akan semakin memperkuat eksistensi suatu bangsa dan negara. Pengembangan pendidikan berbasis karakter dan budaya bangsa perlu menjadi program nasional.Dalam pendidikan, pembentukan karakter dan budaya bangsa pada peserta didik tidak harus masuk kurikulum. Nilai-nilai yang ditumbuhkembangkan dalam diri peserta didik berupa nilai-nilai dasar yang disepakati secara nasional. Nilai-nilai yang dimaksudkan di antaranya adalah kejujuran, dapat dipercaya, kebersamaan, toleransi, tanggung jawab, dan peduli kepada orang lain.

Franz Magnis-Suseno, dalam acara Sarasehan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa mengatakan bahwa pada era sekarang ini yang dibutuhkan bukan hanya generasi muda yang berkarakter kuat, 3 Pengembangan Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa Berwawasan Kearifan Lokal tetapi juga benar, positif, dan konstruktif. Namun, untuk membentuk peserta didik-peserta didik yang berkarakter kuat, tidak boleh ada feodalisme para pendidik. Jika pendidik membuat peserta didik menjadi ”manutan” (obedient) dengan nilai-nilai penting, tenggang rasa, dan tidak membantah, karakter peserta didik tidak akan berkembang. Kalau kita mengharapkan karakter, peserta didik itu harus diberi semangat dan didukung agar ia menjadi pemberani, berani mengambil inisiatif, berani mengusulkan alternatif, dan berani mengemukakan pendapat yang berbeda. Kepada peserta didik, perlu diajarkan cara berpikir sendiri. Untuk pengembangan pendidikan berbasis karakter dan budaya bangsa, dibutuhkan masukan, antara lain, menyangkut model-model pengembangan karakter dan budaya bangsa sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional. Kebutuhan terus harus dimaknai serius karena memerlukan banyak pengorbanan. Kerisauan dan kerinduan banyak pihak untuk kembali memperkuat pendidikan karakter dan budaya bangsa perlu direspons dengan baik. Karena itu, data akurat yang menyangkut model-model pengembangan karakter dan budaya bangsa perlu digali dan dilaksanakan melalui kajian empiris, yakni kegiatan penelitian..

Karakteristik khas bangsa Indonesia, termasuk sikap religius, kesantunan yang tercermin dalam kesabaran, nilai saling menghormati, dan prinsip mengedepankan musyawarah, sedang mengalami pergeseran dan penurunan mutu yang dapat dilihat sebagai dampak dari globalisasi (Masalah). Globalisasi, yang memungkinkan informasi menyebar tanpa batas, telah menghasilkan fenomena lintas budaya dan silang budaya yang menghadirkan nilai-nilai dari berbagai budaya yang berbaur satu sama lain. Salah satu efek sampingnya adalah perubahan dalam cara orang merespons dan mengamalkan nilai-nilai tradisional. Penting untuk mengenali bahwa globalisasi membawa dampak positif, seperti kemajuan teknologi dan konektivitas global, namun juga memunculkan tantangan dalam hal mempertahankan karakteristik budaya lokal yang telah ada selama bertahun-tahun. Terdapat kekhawatiran bahwa dalam keterbukaan terhadap dunia luar, sebagian nilai dan norma lokal dapat tergeser oleh arus global yang lebih dominan (Penyebabnya).

Dalam konteks ini, pendidikan karakter telah diidentifikasi sebagai solusi untuk menghadapi tantangan ini. Pendidikan karakter tidak hanya memusatkan perhatian pada aspek moral yang mencakup mana yang benar dan salah, tetapi lebih mendalam lagi. Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan baik, mendorong pemahaman yang lebih mendalam tentang nilai-nilai positif, dan membantu individu untuk menginternalisasi dan mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam tindakan sehari-hari. Melalui pendidikan karakter, peserta didik dipersiapkan untuk menghadapi dinamika budaya yang kompleks dalam era globalisasi. Mereka dilatih untuk memahami dan menghormati perbedaan, sekaligus mempertahankan integritas nilai-nilai budaya dan karakter bangsa mereka. Ini adalah proses yang melibatkan berbagai aspek, mulai dari pemahaman konseptual (domain kognitif) hingga penghayatan emosional (domain afektif) serta penerapan nyata dalam tindakan (domain psikomotorik) (Solusi yang diberikan).

Dalam menghadapi perubahan zaman yang cepat, penting bagi sistem pendidikan dan masyarakat secara keseluruhan untuk bekerja sama dalam menanamkan dan memelihara nilai-nilai karakter yang kuat. Dengan mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam kurikulum dan mempromosikan lingkungan yang mendorong nilai-nilai positif, kita dapat membantu membangun generasi yang memiliki karakter tangguh, siap menghadapi tantangan globalisasi, dan tetap berakar pada nilai-nilai budaya yang melekat dalam identitas bangsa.

Mengembangkan Karakter Bangsa Berdasarkan Kearifan Lokal

Karakter sebagai suatu moral excellence atau akhlak dibangun di atas berbagai kebajikan (virtues) yang pada gilirannya hanya memiliki makna ketika dilandasi atas nilai-nilai yang berlaku dalam budaya bangsa. Karakter bangsa Indonesia adalah karakter yang dimiliki warga negara Indonesia berdasarkan tindakan-tindakan yang dinilai sebagai suatu kebajikan berdasarkan nilai yang berlaku di masyarakat dan bangsa Indonesia. Pancasila sebagai inti karakter bangsa Indonesia, mengandung lima pilar karakter, yakni:

1. Transendensi, menyadari bahwa manusia merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Dari-Nya akan memunculkan penghambaan semata-mata pada Tuhan. Kesadaran ini juga berarti memahami keberadaan diri dan alam sekitar sehingga mampu memakmurkannya;

2. Humanisasi, setiap manusia pada hakikatnya setara di hadapan Tuhan kecuali ketakwaan dan ilmu yang membedakannya. Manusia diciptakan sebagai subyek yang memiliki potensi;

3. Kebinekaan, kesadaran akan ada sekian banyak perbedaan di dunia. Akan tetapi, mampu mengambil kesamaan untuk menumbuhkan kekuatan;

4. Liberasi, pembebasan atas penindasan sesama manusia. Oleh karena itu tidak dibenarkan adanya penjajahan manusia oleh manusia;

5. Keadilan, merupakan kunci kesejahteraan. Adil tidak berarti sama, tetapi proporsional.

 

Nilai-nilai Pancasila digunakan sebagai parameter tingkah laku pemerintah, masyarakat, dan individu. Pancasila memiliki kedudukan yang jelas dan tegas. Inti sila-sila Pancasila menjadi norma dan tolak ukur bagi kegiatan kenegaraan, kemasyarakatan, dan perseorangan. Perbuatan manusia dianggap bermoral (beretika) atau mempunyai nilai etik, jika memenuhi tolak ukur Pancasila. Pembangunan karakter bangsa dengan demikian juga tidak lepas dari nilai-nilai dasar Pancasila. Kearifan lokal didefinisikan sebagai sintesis budaya yang diciptakan oleh aktor-aktor lokal melalui proses yang berulang-ulang, melalui internalisasi, dan  interpretasi ajaran agama dan budaya yang disosialisasikan dalam bentuk norma-norma dan dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari bagi masyarakat. Kearifan lokal merupakan gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus-menerus dalam kesadaran masyarakat dari yang sifatnya berkaitan dengan kehidupan yang sakral sampai dengan yang profan (bagian keseharian dari hidup dan bersifat biasa-biasa saja).

 

Enkulturasi dan Akulturasi Pendidikan

Landasan kultural dalam aktivitas pendidikan sangat penting untuk dilakukan, sebab pendidikan memang merupakan proses transformasi kebudayaan dari satu generasi ke generasi lain. Sekolah sebagai lembaga pendidikan secara historis dibentuk atau didirikan oleh dan untuk masyarakat tertentu. Sistem sosial sekolah sebagai pelaksana pendidikan mempunyai struktur proses kegiatan dan pola-pola interaksi yang akan menentukan program sekolah. Struktur dari sistem sekolah adalah peranan serta fungsi-fungsi yang harus dilaksanakan oleh pemegang peranan tersebut. Guru adalah pemegang peranan yang harus mengetahui fungsinya dalam keseluruhan sistem pendidikan. Penananam budaya dan nilai-nilainya oleh sekolah akan mendorong terjadinya proses enkulturasi. Manan (1989) menyatakan bahwa pendidikan adalah enkulturasi. Pendidikan adalah suatu proses membuat orang menerima budaya, membuat orang berperilaku mengikuti budaya yang diterima dirinya. Enkulturasi terjadi di mana-mana, di setiap tempat hidup seseorang dan di setiap waktu. Berdasarkan hal tersebut muncul pengertian kurikulum yang sangat luas, yaitu semua lingkungan tempat hidup manusia. Sebab dimanapun orang berada maka ditempat itu juga terjadi proses pendidikan dan enkulturasi. Sekolah adalah salah satu dari tempat enkulturasi, tempat-tempat lainnya adalah keluarga, perkumpulan pemuda, perkumpulan olah raga, keagamaan, dan di tempat-tempat kursus dan latihan.

 

Peran Sekolah sebagai Agen Pembaharuan Kebudayaan

1. Reproduksi Budaya: Sekolah bertindak sebagai agen utama dalam mereproduksi budaya dengan menyampaikan nilai-nilai dan kebiasaan baru secara langsung kepada siswa. Melalui mata pelajaran yang relevan atau kegiatan ekstrakurikuler, sekolah membantu memperkenalkan aspek baru dari budaya kepada generasi muda. Dalam proses pembelajaran, sekolah menggabungkan nilai-nilai tradisional dengan perkembangan modern, menciptakan harmoni antara warisan budaya dan tuntutan zaman.

2. Difusi Kebudayaan: Peran sekolah dalam difusi kebudayaan tercermin dalam upaya membimbing dan membantu siswa dalam menyebarkan hasil kebudayaan yang mereka pelajari di sekolah ke lingkungan keluarga dan masyarakat. Siswa didorong untuk berbagi pengetahuan dan pemahaman mereka tentang budaya dengan orang lain, sehingga menciptakan pengertian dan apresiasi yang lebih luas terhadap warisan budaya.

3. Berpikir Kritis: Sekolah memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis pada peserta didik. Melalui proses pembelajaran yang berfokus pada analisis mendalam, evaluasi, dan penilaian yang obyektif, siswa diberdayakan untuk menganalisis berbagai aspek kebudayaan dengan sudut pandang yang rasional dan kritis. Ini membantu siswa memahami keragaman budaya dengan lebih mendalam dan mendorong mereka untuk memiliki pandangan yang lebih terinformasi.

 

Nilai Pendidikan Karakter dalam Paradigma Budaya Lokal Bugis

1. Nilai Kehormatan dengan Rasa Malu: Dalam budaya Bugis, nilai kehormatan dan rasa malu memiliki peran sentral. Individu diajarkan untuk menjaga citra diri dan menghormati norma sosial yang berlaku. Sikap ini mencerminkan penghargaan terhadap martabat diri dan keluarga. Bertindak dengan integritas dan menghindari perilaku yang dapat merugikan diri sendiri atau orang lain menjadi bagian dari upaya menjaga nilai-nilai kehormatan. Pada saat yang sama, rasa malu menjadi pengingat akan tanggung jawab terhadap tindakan dan pilihan yang diambil.

2. Nilai Kemandirian dengan Bentuk Kerja Keras dalam Kehidupan Masyarakat: Kemandirian dan kerja keras adalah pilar penting dalam pendidikan karakter di budaya Bugis. Masyarakat Bugis meyakini bahwa usaha dan dedikasi adalah kunci meraih kesuksesan dan kesejahteraan. Mendorong pengembangan potensi diri tanpa tergantung pada bantuan orang lain mengajarkan tentang nilai usaha dan usaha keras dalam menghadapi tantangan. Nilai ini mengajarkan arti dari hasil yang diperoleh melalui upaya sungguh-sungguh dan dedikasi yang tulus.

3. Nilai Keterbukaan Dengan Penegakan Hukum Secara Tegas, Jujur, Adil, Transparan Serta Tanggung Jawab dalam Masyarakat : Dalam paradigma budaya Bugis, nilai keterbukaan dan keadilan menjadi fondasi yang kuat. Sistem hukum yang tegas, jujur, adil, dan transparan ditegakkan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan setara. Sikap ini mendorong individu untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka dalam komunitas. Memupuk keadilan dalam berinteraksi dengan sesama dan dalam menyelesaikan konflik juga ditekankan sebagai langkah menuju harmoni sosial.

4. Nilai Kesadaran Tentang Bagaimana Hubungan Manusia dengan Alam Maupun Hubungan Manusia dengan Sang Pencipta Serta Turut Menjaga dan Melestarikan Alam dan Lingkungan Sekitar: Hubungan manusia dengan alam dan Sang Pencipta adalah bagian integral dalam nilai-nilai budaya Bugis. Masyarakat diajarkan untuk menghormati alam dan lingkungan sebagai manifestasi dari tanggung jawab terhadap penciptaan. Kesadaran ini menciptakan harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan. Menjaga serta melestarikan alam dan sumber daya alam menjadi bentuk penghormatan terhadap Sang Pencipta.

5. Nilai Kebhinekaan dan Menghargai Keragaman Budaya: Kebhinekaan dan penghargaan terhadap keragaman budaya adalah elemen kunci dalam pendidikan karakter Bugis. Menjaga kesatuan dalam keberagaman menjadi prinsip penting. Menghormati perbedaan dan merangkul berbagai latar belakang budaya menciptakan masyarakat inklusif yang menghargai beragam pandangan dan tradisi. Nilai ini mengajarkan tentang pentingnya harmoni dan kerjasama dalam kerangka yang beragam.

 

Adanya pengintegrasian antara kearifan lokal budaya Bugis dengan pembentukan pendidikan karakter dapat menuntun generasi muda yang sekarang masih dalam proses dan berkembangnya ke arah yang optimal agar kelak nantinya memiliki pribadi dewasa. Karena itulah pendidikan karakter ala masyarakat Bugis merupakan kontrol diri dan kontrol sosial yang dapat membentuk jadi diri generasi muda di tengah gejoklanya zaman seperti saat ini agar perilaku seseorang sepadan dengan ketepatan sosial (Socially correct). Dalam hal budaya lokal Bugis memiliki penjabaran konsep dalam pendidikan karakter seperti nilai kehormatan dengan memiliki rasa malu, nilai kemandirian dengan bentuk kerja keras dalam kehidupan masyarakat, nilai keterbukaan dengan penegakan hukum secara tegas, jujur, adil, transparan serta tanggung jawab dalam masyarakat. Nilai kesadaran tentang bagaimana hubungan manusia dengan alam maupun hubungan manusia dengan Sang Pencipta serta turut menjaga dan melestarikan alam dan lingkungan sekitar. Serta nilai kebhinekaan yang tercermin dalam menghargai keragaman latar belakang budaya.

Oleh karena itu mari menjaga dan melestarikan budaya kita yang saat ini mulai terkikis. Sehingga dengan adanya pembelajaran yang sesuai dengan nilai-nilai kebudayaan Bugis sangat berperan penting meningkatkan dan menumbuhkan jiwa-jiwa generasi yang berbudaya, pembentukan moral sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat dan menjadikan tolak ukur acuan untuk masa depannya

di dalam Opini
Hayana 7 September 2023
BAGIKAN POSTINGAN ini
Label
Arsip

Baca Berikutnya
INOVASI